Sejarah Berdirinya Pesantren Riyadlul Jannah Pacet Mojokerto Jawa Timur
Pondok Pesantren Riyadlul
Jannah Pacet Mojokerto Jawa Timur telah didirikan oleh
KH. Mahfudz Syaubari pada tahun 1991, dimana sebelumnya beliau telah mengajar di pesantren luar Jawa yaitu Pondok Pesantren.
Ar Riyadl Palembang (1980-1982) atas perintah guru
besarnya yaitu Abuya As Sayyid Prof. Dr. Muhmmad bin Alawi Al Maliki (Abuya
Maliki), kemudian pindah tugas ke Surabaya dan mendirikan pesantren yang
diberi nama Darussalam sekaligus SDI dan SMPI Darussalam dan masih berdiri
hingga saat ini.
KH. Mahfudz Syaubari, selain merupakan salah satu Kyai yang
sangat kokoh dalam berjuang menyebarkan syiar agama Islam, juga seorang Kyai
yang sangat suka dengan tantangan baru, dimana setelah KH. Mahfudz Syaubari,
mempelajari dan mengetahui beberapa peta wilayah minoritas muslim, diantaranya
yang menjadi sorotan adalah wilayah wisata tepatnya terletak di desa Pacet
sebuah desa yang sangat subur dan asri berada di bawah lereng gunung Welirang,
dimana wilayah ini merupakan salah satu wilayah basis misionaris yang sangat
kuat sehingga pada saat itu Kyai sangat tertarik untuk berdakwah di wilayah
tersebut dan Kyai pun memberanikan diri untuk mohon izin kepada Abuya Maliki.
Setelah mendapatkan izin dari Abuya Maliki, Kyai pun segera merealisasikan
niatnya untuk berhijrah ke wilayah yang menjadi salah satu basis missionaris
dan Islam abangan tersebut pada hari Senin, 15 Juli 1985. Karena belum mempunyai tempat tinggal tetap, untuk sementara waktu Kyai
bersama istri menyewa tempat yang sangat sederhana di depan teras kediaman
Bapak H. Fathurrohman atau sering disebut dengan sebutan (Mbah Sambit), salah
seorang tokoh masyarakat yang punya peduli terhadap kegiatan dakwah islamiyah
sehingga Kyai juga disambut hangat bahkan bisa diterima di masyarakat karena
sikap kesederhanaan dan rendah diri Kyai yang sudah melekat sejak kecil.
Seiring berjalannya waktu,
dimana masyarakat sudah banyak mengenal lebih dekat sosok KH. Mahfudz Syaubari,
MA., Kyai mulai merintis dan mendirikan sebuah pesantren dengan nama yang sama
seperti nama pesantren sebelumnya yaitu PP. Darussalamm. Bersama dengan
antusias masyarakat muslim desa Pacet yang
sangat tinggi dalam pendirian pesantren, KH. Mahfudz Syaubari
mampu mendirikan pesantren lengkap dengan asrama putra dan putri serta masjid
yang cukup layak untuk digunakan sebagai tempat belajar dan mengajar para
santri juga kegiatan keagamaan bagi masyarakat desa Pacet hanya dalam waktu
kurang lebih tiga tahun.
Pada tahun yang ketiga, tepatnya tahun 1998 Abuya As
Sayyid Prof. Dr. Muhammad bin Alawi Al Maliki berkunjung ke Indonesia dalam
rangka safari da’wah dan pada saat kunjungan ini, Abuya Al
Maliku sempat
mengunjungi PP. Darussalam Pacet yang baru saja didirikan oleh muridnya.
Sebagai seorang murid tentunya sangat bahagia dan gembira ketika dapat
kunjungan sebagai bentuk perhatian seorang guru besar yang sudah masyhur di
dunia internasional, bahkan lebih dari itu dalam benak seorang murid ada
perasaan bahwa gurunya akan merasa gembira dan bangga dengan prestasi muridnya.
Setelah bermalam di Pacet pada keesokan harinya sebelum meninggalkan
pacet ketika hendak masuk ke dalam mobil Abuya Maliki memanggil KH. Mahfudz
Syaubari MA., dengan perasaan yang campur aduk antara takut dan bahagia seorang
murid memenuhi panggilan seorang guru dengan nada yang lirih namun jelas Abuya
Maliki membisikkan dua kalimat yang sangat singkat: “hadzal mahal ma
yaliq laka” (tempat ini tidaklah layak bagimu) “dawwir mahal
akhor” (carilah tempat lain). Sepontan bagaikan tersambar petir
seorang santri KH. Mahfudz Syaubrai yang semula mengira bahwa guru besarnya
akan bangga dengan prestasi yang dicapai oleh muridnya namun yang terjadi
adalah sebaliknnya seakan semua prestasi-prestasi yang telah dicapai seorang
murid bukanlah hal yang istimewa.
KH. Mahfudz Syaubari merupakan sosok
Kyai yang tangguh dan tidak kenal lelah dalam berjuang untuk menyebarkan agama
Islam juga seorang santri yang sangat wafa’ (patuh) terhadap gurunya, dari
semua kejadian perpindahan satu tempat ke tempat yang lain bukanlah kehendak
dirinya melainkan perintah dan isyaroh dari Abuya Al Maliki. Seiring dengan
jalannya waktu Kyai terus mencari dan mencari lahan dan lokasi yang kira-kira sesuai
dengan perintah guru suatu ketika ada seseorang menawarkan sebidang lahan yang
cukup strategis untuk dijadikan sebagai tempat pendidikan, karena harga yang
ditawarkan begitu tinggi Kyai pun mengajukan penawaran, tidak lama kemudian
pemilik lahan datang ke Kyai dangan menyampaikan bahwa tanah yang ditawarkan
beberapa waktu sebelumnya telah laku dibeli oleh gereja dengan harga yang jauh
lebih tinggi dari harga yang ditawarkan oleh penjual.
Tetap dengan sikap teguh
dan pendiriannya yang kuat Kyai tidak putus asa, hingga kemudian hari ada
seseorang datang menawarkan sebuah villa peninggalan Belanda dengan sebidang
tanah kosong di sekelilingnya dengan harga yang wajar namun pada saat itu pula
Kyai sedang dalam keadaan tidak mempunyai uang sepeserpun, hanya dengan bekal
keyakinan yang kuat kepada Allah Swt yang dibarengi dengan kerja keras, Kyai
menyetujui kesepakatan harga sehingga pada akhirnya terbelilah villa dengan
sebidang tanah kosong tersebut.
Pada tahun 1990 KH. Mahfudz Syaubari bersama
istri dan ibu mertua berangkat ibadah haji ke Makkah dan sowan kepada Abuya
Maliki dalam rangka mohon doa restu dan menyampaikan kabar gembira bahwasanya
Kyai sudah mendapatkan sebidang tanah yang sekalipun tidak begitu luas namun
cukup untuk dibuat tempat mengajarkan ilmu agama kepada para santri dan
Kyai meminta isyarah untuk nama pesantren yang akan dibangun di lahan baru ini
apakah tetap menggunakan nama pesantren sebelumnya yaitu Darussalam ataukah
yang lain?, setelah hal ini disampaikan kepada Abuya Al Maliki, sepontan Abuya
Al Maliki mengatakan : “sammi biriyadlil jannah!” (namakanlah
riyadlul jannah) dengan keberatan Kyai menjelaskan nampaknya nama Riyadlul
Jannah terlalu besar untuk sebidang tanah yang kecil, namun dengan nada keras
Abuya Maliki menegaskan : “uskut anta” (diamlah kamu) dan
mengulangi lagi perkataan sebelumnya : “sammihi biriyadlil jannah” (namakanlah
pesantren itu dengan nama Pertamanan surga) sambil menulis hadits Nabi Muhammad
Saw:
إذَا مَـــــــــــرَرْتُـمْ بِرِيَاضِ الـجَنَّةِ فَارْتَعُــــوْا
(رواه الترمذي)
“jika kalian melewati pertamanan surga maka singgahlah” dan kemudian melemparkan kertas tersebut
kepada Kyai Mahfudz dan diambillah oleh Kyai kemudian dicium dan dilipat hingga
saat ini masih dalam simpanan Kyai. Nampaknya Abuya Al Maliki sudah mengetahui
bagaimana kondisi riil wilayah wisata pacet yang sarat dengan kemaksiatan dan
kemunkaran sehingga Abuya Al Maliki mengakhiri perkataannya dengan ucapan “Kholli indak roudloh min riyadlil jannah
lianna hawalaika hufrah min huffarin niron” (biarkan di tempatmu ada taman
dari pertamanan surga karena disekelilingmu adalah jurang-jurang neraka).
Setelah
kepulangan dari haji inilah Pondok Pesantren
Riyadlul Jannah Pacet Mojokerto Jawa Timur resmi didikan tepatnya pada tanggal 8 Juni 1991. Nama Riyadlul Jannah bagi KH. Mahfudz Syaubari bukan hanya sekedar nama
tapi dibalik penamaan ini terkandung tugas dan amanat besar yang harus
ditanggung dan diwujudkan oleh Kyai yaitu menjadikan villa kumuh peninggalan
Belanda yang sudah dikuasai oleh seorang aparat pada saat itu yang sudah tidak
terawat karena lama sekali tidak ditempati kemudian dibeli oleh Kyai untuk
dijadikan sebagai Riyadlul Jannah (pertamanan surga).
Namun dalam membangun
sebuah pesantren Kyai tidak hanya berfikir bagaimana mengumpulkan para santri
dan mendidik ngaji (mempelajari ilmu agama) saja, melainkan Kyai juga
memikirkan bagaimana agar pesantren yang didirikannya ini benar-benar menjadi Riyadlul Jannah
(pertamanan surga) yang mandiri terutama dalam segi ekonomi tanpa mengharapkan
uluran tangan atau bantuan baik dari pemerintah maupun swasta.
Labels:
Sejarah
No comments:
Post a Comment