[Pesantren][bsummary]

CORETAN SANTRI

[Coretan Santri][bsummary]

PENA ABUYA

[Pena Abuya][bigposts]

PENA ABUYA

[Pena Abuya][twocolumns]

CORETAN SANTRI

[Coretan Santri][twocolumns]

SANTRI

[Santri][bsummary]

ALUMNI

[Alumni][bsummary]

Sakralitas Hari-hari Amanat Resolusi Jihad

 Sakralitas Hari-hari Amanat Resolusi Jihad

 Oleh: Abi Abdillah


 
  

    Setelah bangsa Indonesia mengenyam kehidupan yang bebas, nyaman, rukun, damai usai keberhasilan gerakan revolusi kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 dan belum genap tiga bulan kemudian bangsa ini kembali teresahkan dengan informasi bahwa Belanda mengumpulkan para sekutu untuk menjajah dan menguasai negeri ini lagi. Ganas, keji dan biadabnya para penjajah dalam waktu yang cukup panjang, belum terlupakan oleh bangsa ini, sehingga rasa cemas takut, putus asa campur bawur dalam perasaan bangsa, serasa kehidupan masa depan  akan lenyap kembali.


Keadaan yang mencekam menjadikan anak bangsa bimbang, satu sisi ada keinginan untuk melawan akan tetapi di sisi lain mengetahui kekuatan lawan yang jauh tidak seimbang, namun dengan iman yang mendasari segala pola hidup dan kehidupan sehingga kebangkitan mulai nampak terutama setelah mendapatkan support dari tokoh- tokoh agamis dan nasionalis.


Dengan gigih juang dan pergerakannya, para tokoh itu mensupport bangsa yang masih baru akan bangkit, sehingga dapat bergerak dan semangat kembali, terlebih dari kalangan para Kyai, baik yang sepuh maupun yang muda dengan para santri dan didukung pula oleh sekian organisasi yang semula tergabung dalam Majelis Islam A'la Indonesia yang kemudian menjadi perkumpulan sekian ormas Islam, ada NU, Muhammadiyah, Al Khoirot, Al Irsyad, Persis, PAI, Jong Islaminten Bond (JIB) Al Ittihadiyatul Islamiyah (AII) dsb. Pesantren, kampus dan sekian pergerakan nasionalis semua bersatu padu untuk menjaga Indonesia dari kembalinya Belanda untuk menjajah negeri tercinta.


Dengan pekikan takbir dan ungkapan isy kariman aw mut syahidan gemparlah negeri ini dan bangkitlah kembali rasa juang dari setiap individu bangsa Indonesia. Yang tua maupun yang muda, putra dan putri semua semangat untuk menghadapi bencana yang sedang mengancam bangsa. Gegap gempita pekikan-pekikan juang inilah yang menggugah semangat syahadah merata di seluruh negeri ini.


Melalui khutbah para khotib di mimbar-mimbar masjid dan ajakan para tokoh di jalan-jalan bahkan pasar-pasar sehingga tercermin dalam tubuh bangsa ini nuansa izzah dan haibah, yang kemudian dapat menjatuhkan rasa percaya diri Belanda dan para sekutu, sekalipun senjata-senjata yang mutakhir berada dalam genggaman tangan, akan tetapi dalam kenyataannya para penjajah itu dapat dilumpuhkan, bahkan dua orang jenderal yang menjadi tumpuhannya pun tumbang, sehingga menjadi catatan sejarah yang memalukan bagi Belanda dan sekutunya sepanjang masa.


Telah diketahui dan fahami bersama betapa dahsyat dan sakralnya peristiwa yang muncul pada tanggal 22 Oktober - 10 November 1945 yang disebut dengan istilah resolusi jihad yang seakan-akan menakutkan. Sungguh ini merupakan peristiwa sejarah yang luar biasa hanya dalam masa sekian hari bangsa ini mampu menciptakan dan mengumpulkan kekuatan yang sedemikian hebat, sekalipun pada waktu itu masih belum ada handphone dan alat komunikasi modern lainnya, hanya cukup melalui radio seadanya dengan semangat jihad diberengi dengan iman yang kokoh seakan ada kekuatan misteri dibalik gerakan resolusi jihad ini.


Semoga rasa jihad untuk bangsa dan negara selalu melekat di hati para remaja yang menerima amanat secara estafet dari generasi ke generasi untuk menjaga keutuhan bangsa dan negara yang luas dan kaya raya ini, sehingga mampu menggali dan mengelolanya untuk kesejahteraan bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rodliyin mardliyin indallah Swt.

No comments:

Post a Comment